Cerita Ketulusan Cinta

Sulit rasanya mempercayai pernyataan suami atau istri bahwa ia tidak mencintai pasangannya. Sebab kenyataannya banyak pasutri yang tidak lagi memahami apa itu cinta.

Sebagaimana kenyataan yang ada sebagai episode sandiwara bumi telah membuktikannya. Saat cinta itu ada, tak semua yang memilikinya memahami hakikat cinta. Tak semua suami atau istri tahu bahwa ia telah dibuai cinta.

Di sisi lain, betapa banyak rumah tangga yang berdiri kokoh dan tidak dibangun atas dasar cinta. Dan memang sebuah rumah tangga tak selamanya harus dibangun atas dasar 'cinta'. Bisa saja cinta belum sempurna tunas-tunasnya di saat sebuah rumah tangga dimulai pembangunannya. Namun siapa sangka bahwa tumbuhnya cinta ternyata tak sebanding dengan lamanya masa. Sebelum bangunan rumah tangga sempurna terkadang cinta justru melejit mendahuluinya dan telah begitu jauh sempurna.


Tentang hal ini, cobalah perhatikan cerita ketulusan cinta yang tak pernah diduga-duga pemiliknya. Suatu ketika, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berselisih pendapat dengan istrinya, A'isyah radhiallaahu 'anha. Perselisihan tersebut sempat menjadikan A'isyah radhiallaahu 'anha marah. Adalah Rasulullah shallaahu 'alaihi wasallam tatkala ingin melipurnya, beliau kemudian berkata kepadanya, "Siapakah yang akan menjadi hakim untuk perselisihan kita ini?"

Dan A'isyah radhiyallahu 'anha menginginkan ayahnya, Abu Bakr radhiyallahu 'anhu yang menjadi hakimnya. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan seorang sahabatnya agar memanggilkan Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu. Di saat Abu Bakr radhiyallahu 'anhu telah tiba di hadapan mereka berdua, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kemudian berkata kepada A'isyah radhiyallahu 'anha, "Engkau atau aku yang menceritakan permasalahan kita kepada Abu Bakr?"

A'isyah radhiallaahu 'anha pun menjawab, "Engkau saja yang menceritakan!"

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun kemudian menceritakannya kepada Abu Bakr ash-Shiddiq radiyallahu 'anhu. Namun sebelum Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam selesai bercerita, tiba-tiba A'isyah radhiallaahu 'anha berkata, "Putuskanlah dengan keadilan atau kejujuran, atau dengan kebaikan lainnya..."

Mendengar perkataan putrinya, Abu Bakr ash-Shiddiq radhiallaahu 'anhu pun merasa kesal. Sebab perkataannya tersebut terasa meremehkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang sedang bercerita. Maka ia pun menampar wajah putrinya, A'isyah radhiallaahu 'anha hingga hidungnya berdarah, sembari berkata kepadanya, "Bodoh, siapa yang dapat berbuat adil jika bukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?"

Begitu melihat keadaan A'isyah radhiallaahu 'anha, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendekatinya kemudian membersihkan hidungnya dengan air. Setelah itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepada Abu Bakr radhiallaahu 'anhu , "Bukan ini yang kami inginkan, bukan ini yang kami inginkan!"

Allahu Akbar! Siapa yang bisa memahami bahwa itulah ketulusan cinta?

Disebutkan di dalam kitab sejarah, bahwa setelah ath-Thufail Bin Amru ad-Dausi memeluk Islam, ia menolak berdekatan dengan istrinya. Bahkan ia mengatakan kepadanya, "Sekarang engkau telah haram bagiku."

Istrinya bertanya, "Mengapa?"

Ath-Thufail menjawab karena aku telah memeluk Islam."

Istrinya pun berkata, "Aku adalah bagian darimu dan engkau adalah bagian dariku. Agamaku adalah agamamu."

Kemudian ia pun turut memeluk Islam.

Bisakah kita memahami bahwa itulah ketulusan cinta?

Disebutkan di dalam kitab sejarah pula, bahwa setelah Perang Uhud, para sahabat kembali dengan membawa para syuhada' adalah tiga putra Himnah binti Jahsy radhiyallaahu 'anhaa dan suaminya. Tatkala Himnah binti Jahsy radhiallaahu 'anha memeriksa para syuhada' tersebut satu per satu, ia bertanya kepada para sahabat, "Siapakah orang ini?"

Para sahabatpun menjawabnya.

Himnah radhiallaahu 'anha pun mengatakan, "Innalillahi wa inna ilaihi rooji'uu." Dan di saat tiba giliran yang ditanyakan ialah tiga putranya, ia pun berkata dengan perkataan yang sama. Namun tatkala yang ditanyakan ialah suaminya, Mush'ab bin Umair radhiallaahu 'anhu, yang telah mati syahid, maka seketika Himnah radhiallaahu 'anha pun menjerit dan menangis. Sampai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata, "Sesungguhnya keberadaan seorang suami sangat berarti bagi istrinya."

Allahu Akbar!

Tak kalah menariknya ialah cerita ketulusan cinta berikut ini. Suatu hari, ada seorang istri muslimah yang taat. Dia memegangi syari'at berjilbab dengan baik, sehingga menutup wajahnya dari laki-laki yang bukan mahromnya. Suatu saat ia menuntut suaminya untuk memberikan beberapa haknya, tetapi suaminya mengingkarinya. Akhirnya istri ini pun mengadukan hal ini ke pengadilan agama. Pada saat sidang, hakim berkata kepada si istri,

"Engkau harus menghadirkan beberapa orang saksi."

Tatkala para saksi telah hadir, hakim pun berkata kepada si istri, "Sekarang bukalah cadarmu, agar para saksi bisa mengenalimu."

Melihat si istri akan membuka cadarnya di hadapan para saksi dan laki-laki lainnya yang tidak halal melihat kecantikannya, suaminya tiba-tiba mengatakan, "Tidak, wahai Hakim! Jangan anda meminta istri saya membuka wajahnya, Baiklah saya mengaku telah menaahan hak-haknya."

Mendengar perkataan suaminya tersebut, si istri langsung berdiri lalu beranjak menuju suaminya dan duduk di sampingnya, kemudian ia pun berkata kepada hakim, "Aku bersaksi kepada Anda wahai hakim, aku telah melepas hak-hakku dari suamiku, dan aku telah membebaskannnya dari tuntutanku."


Hakim pun lalu berkata, "Tulislah hal-hal ini di dalam bagian makarimul akhlaq (akhlak-akhlak yang terpuji)."

Masya Allah.

Benar-benar sebuah ketulusan cinta. Tetapi siapa yang mengetahuinya?

Boleh saja seorang istri mengatakan, "Aku tidak mencintai suamiku!" Boleh saja seorang suami mengatakan, "aku tidak bisa mencintai istriku." Namun tentunya boleh juga kita mengatakan, "Bagaimana bila aku tidak percaya?"

Pasalnya siapa yang akan mengingkari cerita-cerita di atas adalah cerita cinta? Ya, memang benar, itulah cinta.

Jadi, apa yang mendorong seorang suami untuk ingin segera pulang ke rumah menemui istrinya bila bukan cinta? Apa yang menjadikan seorang istri merasa gundah dan khawatir saat suaminya belum juga pulang, kalau bukan cinta?Apa pula yang menjadikan seorang suami merasa gundah dan khawatir saat melihat istrinya dalam keadaan sakit bila bukan cinta?

Memang banyak suami atau istri yang memahami cinta lain dari yang kita sebutkan. Akan tetapi, betapa banyak suami dan istri yang memahami cinta dengan pemahaman yang lain, yang mengatakan bahwa dirinya tidak mencintai pasangannya, namun saat istri atau suaminya sedang sakit atau semacamnya, ia merasa sangat cemas, bahkan perasaan itu seolah-olah hampir saja membunuhnya. Apa lagi bila bukan karena cinta?

Maka sebagaimana kau mencintainya, yakinlah bahwa ia juga mencintaimu.

Diramu dari buku

Auroqul warod wa syaukatuhu fi buyutina.

Diketik ulang dari Majalah Al-Mawadah vol.39 robi'utsnsani 1432 H/maret-april 2011(rubrik Taman Pasutri) oleh: Ust. Abu Ammar Al-Ghoyami

Sumber : http://bintuzainuddin.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar

✿ Tentang Saya ✿

Foto Saya
Diriku jauh dari sempurna, jauh dari luar biasa, tak ada yangg bisa dibanggakan dari diriku, inilah diriku ap adanya...

✿ Entri Populer ✿